Latest courses

3-tag:Courses-65px

Ads

  • Teknologi Digital dan Telemedicine untuk Hewan

    Pelayanan Kesehatan Hewan Modern

  • One Health Approach

    Strategi Penanganan Penyakit Zoonosis.

  • Animal Health Surveillance and Monitoring

    Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Hewan.

  • Animal Health in Rural Area

    Risk Factors for Disease transmission with Poor Biosecurity Sistem

  • Ownership of Dogs in Rural Area

    Close Human-Animal Interaction that contributes to zoonosis transmission

  • Our Motto

    Kami Belajar Kami Praktek dan Menjadi Kaya

Kamis, 20 Februari 2025

Canine Parvovirus: Perspektif Terkini

 



Abstrak

Canine parvovirus 2 (CPV-2) dianggap sebagai patogen penting pada anjing liar dan domestik dan telah menyebar ke seluruh dunia sejak kemunculannya pada tahun 1978. Virus ini telah dilaporkan dari Asia, Australia, Selandia Baru, Amerika, dan Eropa. Dua parvovirus berbeda kini diketahui menginfeksi anjing—CPV-2 patogenik dan CPV-1 atau virus kecil anjing (MVC). CPV-2, agen penyebab enteritis hemoragik akut dan miokarditis pada anjing, merupakan salah satu virus patogen terpenting dengan morbiditas tinggi (100%) dan mortalitas yang sering hingga 10% pada anjing dewasa dan 91% pada anak anjing. Kondisi penyakit ini semakin rumit karena munculnya sejumlah varian yaitu CPV-2a, CPV-2b, dan CPV-2c selama bertahun-tahun dan keterlibatan anjing liar dan domestik. Ada sejumlah uji serologis dan molekuler yang tersedia untuk diagnosis penyakit yang cepat, spesifik, dan akurat. Lebih jauh, vaksin hidup yang dilemahkan dan vaksin yang dinonaktifkan tersedia untuk mengendalikan penyakit pada hewan. Di samping itu, vaksin generasi baru yaitu vaksin rekombinan, vaksin peptida dan vaksin DNA berada dalam berbagai tahap pengembangan dan menawarkan harapan untuk pengelolaan penyakit yang lebih baik pada anjing. Akan tetapi, vaksin generasi baru belum diberi izin untuk digunakan di lapangan. Sekali lagi, keberadaan antibodi maternal sering kali mengganggu imunisasi aktif dengan vaksin hidup yang dilemahkan dan selalu ada jendela kerentanan meskipun telah mengikuti rejimen imunisasi yang tepat. Terakhir, penggunaan vaksin yang bijaksana pada anjing peliharaan, anjing jalanan dan anjing liar dengan mengingat varian baru CPV-2 beserta praktik sanitasi dan disinfeksi yang tepat harus diterapkan untuk keberhasilan pengendalian penyakit.

Pendahuluan

Canine parvovirus 2, agen penyebab enteritis hemoragik akut dan miokarditis pada anjing, merupakan salah satu virus patogen yang paling penting. Penyakit ini sangat menular dan sering berakibat fatal. CPV-2 pertama kali dikenali pada tahun 1977 dan sejak saat itu telah dikenal sebagai patogen enterik pada anjing di seluruh dunia dengan morbiditas tinggi (100%) dan mortalitas yang sering hingga 10% [2, 6]. CPV diyakini berasal dari varian rentang inang dari virus panleukopenia kucing (FPV), termasuk mutasi langsung dari FPV, mutasi dari virus vaksin FPV, dan adaptasi terhadap anjing inang baru melalui karnivora nondomestik, seperti cerpelai dan rubah. Penyakit ini ditandai dengan dua bentuk klinis yang menonjol (i) enteritis dengan muntah dan diare pada anjing dari segala usia [1, 99] (ii) miokarditis dan gagal jantung berikutnya pada anak anjing berusia kurang dari 3 bulan [30]. Virus ini diberi nama CPV-2 untuk membedakannya dari parvovirus anjing yang berkerabat dekat yang dikenal sebagai CPV-1 atau minute virus of canine (MVC). MVC, parvovirus yang sama sekali berbeda, tidak pernah dikaitkan dengan penyakit alami hingga tahun 1992. MVC dapat menyebabkan pneumonia, miokarditis, dan enteritis pada anak anjing atau infeksi transplasenta pada induk yang hamil, dengan resorpsi embrio dan kematian janin [10]. Sekitar 30 kasus CPV-1 yang dikonfirmasi telah dilaporkan di AS, Swedia, Italia, Jerman, dan baru-baru ini di Jepang [52, 74]. Infeksi CPV-2 telah muncul sebagai masalah pada anjing akhir-akhir ini di seluruh dunia. Penyakit ini juga telah dilaporkan dalam proporsi tinggi pada anjing di India dengan tingkat kematian yang tinggi bahkan pada populasi yang divaksinasi. Penyakit ini sangat menular dan menyebar dari anjing ke anjing melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan kotorannya. Selama bertahun-tahun, sejumlah uji diagnostik baik serologis maupun molekuler telah dikembangkan untuk diagnosis penyakit yang cepat, tepat, dan sensitif. Sekali lagi, vaksin CPV yang dilemahkan dan yang diinaktivasi baik sebagai vaksin monovalen maupun bersama dengan vaksin terhadap penyakit lain telah dikembangkan dan digunakan untuk mengendalikan penyakit ini. Akan tetapi, meskipun vaksinasi hewan telah dilakukan dengan benar, kegagalan vaksin telah dilaporkan karena adanya antibodi maternal dan munculnya varian baru. Jadi, tinjauan tentang CPV ini ditujukan untuk memberikan informasi terperinci tentang penyakit ini termasuk diagnosis, imunoprofilaksis, pengobatan, dll. untuk kalangan ilmiah, mahasiswa, guru, ahli diagnostik, praktisi, pemilik hewan peliharaan, pemilik kennel club, pemilik pet shop, personel pertahanan dan terakhir masyarakat umum sehingga penyakit ini dapat dikelola dan dikendalikan dengan cara yang sangat ilmiah dan efisien [7].


 Cite this paper:

Nandi, S. and Kumar, M., 2010. Canine parvovirus: current perspective. Indian Journal of virology21, pp.31-44.


Full paper

Selasa, 18 Februari 2025

Pencegahan Penyakit pada Hewan: Kunci Keberlanjutan Peternakan dan Kesehatan Masyarakat

Oleh 

Dr.drh.Petrus Malo Bulu,MVSc



    Dalam dunia peternakan dan kesehatan hewan, pencegahan penyakit bukan hanya tanggung jawab pemilik hewan, tetapi juga bagian dari upaya global untuk menjaga kesehatan masyarakat. Penyakit hewan, terutama yang bersifat zoonosis, dapat berdampak serius terhadap ekonomi, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan hewan. Oleh karena itu, pendekatan yang menyeluruh dalam pencegahan sangatlah penting, termasuk melalui vaksinasi, manajemen kesehatan yang baik di peternakan dan klinik hewan, serta penerapan biosekuriti yang ketat.

Pentingnya Vaksinasi

    Vaksinasi merupakan salah satu langkah paling efektif dalam mencegah penyakit menular pada hewan. Dengan vaksinasi, sistem kekebalan hewan dapat mengenali dan melawan patogen sebelum infeksi terjadi. Program vaksinasi yang terencana dan terjadwal tidak hanya melindungi hewan dari penyakit seperti rabies, antraks, atau penyakit mulut dan kuku, tetapi juga mengurangi risiko penularan ke manusia. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya vaksinasi masih perlu ditingkatkan, terutama di kalangan peternak skala kecil dan pemilik hewan peliharaan.

Manajemen Kesehatan di Peternakan dan Klinik Hewan

    Pengelolaan kesehatan hewan yang baik di peternakan dan klinik hewan sangat berperan dalam mencegah penyebaran penyakit. Pemantauan kesehatan hewan secara berkala, pemberian pakan yang seimbang, serta pengelolaan stres dan lingkungan yang baik menjadi faktor utama dalam menciptakan kondisi optimal bagi kesehatan hewan. Di klinik hewan, pemeriksaan rutin dan edukasi kepada pemilik hewan juga sangat penting agar tindakan preventif dapat diterapkan dengan lebih efektif.

Biosekuriti dan Kontrol Penyakit di Lingkungan Peternakan

Biosekuriti adalah serangkaian langkah yang diterapkan untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit di lingkungan peternakan. Penerapan biosekuriti yang ketat, seperti membatasi akses ke area peternakan, penggunaan disinfektan di pintu masuk, serta pengelolaan limbah yang baik, dapat mencegah penyebaran penyakit. Selain itu, deteksi dini dan isolasi hewan yang sakit merupakan langkah kritis dalam mengendalikan wabah penyakit agar tidak menyebar lebih luas.

Kesimpulan

    Pencegahan penyakit pada hewan adalah investasi jangka panjang yang menguntungkan bagi peternak, pemilik hewan, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan vaksinasi yang teratur, manajemen kesehatan yang baik, serta penerapan biosekuriti yang ketat, risiko penyakit dapat ditekan secara signifikan. Pemerintah, akademisi, dan praktisi kesehatan hewan perlu bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi tentang pentingnya pencegahan penyakit agar sektor peternakan dan kesehatan hewan tetap berkelanjutan.

Isolasi, Karantina dan Biosecurity Kandang Kunci Tangkal ASF

Pos Kupang, Minggu, 16 Februari 2025

 Akademi Politani Kupang, Petrus Malo Bulu, Minggu 16 Februari 2025 menyampaikan tiga kunci menangkal virus ASF yang menyerang terrnak babi dimana saat ini sementara merebak di Flores. 





Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Isolasi, Karantina dan Biosecurity Kandang Kunci Tangkal ASF , https://kupang.tribunnews.com/2025/02/16/isolasi-karantina-dan-biosecurity-kandang-kunci-tangkal-asf?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTAAAR2ggmUHbxqGSf2mL2B0MC1YIjLZo_tdy2Rsbfp4crEHe_stK0jZXChbytA_aem_-ku7ink_cEixEntDDG3TIw.
Penulis: Yohanes Alryanto Tapehen | Editor: Oby Lewanmeru

Yang pertama kata dia peternak perlu melakukan isolasi Terhadap babinyang terserang virus ASF

Kemudian melakukan karantina terpisah dengan ternak yang sehat agar tidak menjangkiti ternak lain. 

Selain itu yang paling penting adalah biosecurity kandang yang terus dijaga dengan membatasi aktifitas di sekitar kandang dan selalu steril saat berurusan dengan ternak. Ke 

Menurut Petrus, virus ASF sampai saat ini belum ada obat atau vaksinnya dan juga tak bisa ditangkal dengan antibiotik manapun. 



Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Isolasi, Karantina dan Biosecurity Kandang Kunci Tangkal ASF , https://kupang.tribunnews.com/2025/02/16/isolasi-karantina-dan-biosecurity-kandang-kunci-tangkal-asf?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTAAAR2ggmUHbxqGSf2mL2B0MC1YIjLZo_tdy2Rsbfp4crEHe_stK0jZXChbytA_aem_-ku7ink_cEixEntDDG3TIw.
Penulis: Yohanes Alryanto Tapehen | Editor: Oby Lewanmeru

Biosekuriti: Tameng Utama Peternakan Modern di Tengah Ancaman Wabah

                                         Oleh Dr.drh.Petrus Malo Bulu,MVSc

    


   Sektor peternakan Indonesia tengah dihadapkan pada dua ancaman besar yang berpotensi meruntuhkan ketahanan pangan dan ekonomi nasional: African Swine Fever (ASF) pada babi dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan berkuku belah. Kedua penyakit ini bukan hanya mengancam nyawa hewan ternak, tetapi juga membawa dampak kerugian ekonomi yang masif. Di tengah situasi ini, penerapan biosekuriti yang ketat dan sistem kontrol penyakit yang komprehensif harus menjadi prioritas utama pemerintah, pelaku industri, dan peternak.


Kerugian Ekonomi: Pelajaran dari ASF dan PMK

    ASF, yang pertama kali terdeteksi di Indonesia pada akhir 2019, telah memusnahkan ribuan babi di Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan daerah lainnya. Penyakit mematikan ini memiliki tingkat kematian hingga 100%, dan dampaknya langsung terasa pada peternak skala kecil yang kehilangan sumber penghidupan. Di tingkat nasional, wabah ASF menyebabkan penurunan produksi daging babi hingga 30% pada 2020-2021, memicu lonjakan harga dan ketergantungan impor. Sementara itu, PMK yang mewabah sejak Mei 2022 telah menginfeksi lebih dari 600.000 hewan (terutama sapi dan kerbau) di 24 provinsi. Kementerian Pertanian memperkirakan kerugian ekonomi langsung mencapai Rp9,8 triliun, belum termasuk dampak tidak langsung seperti penurunan produktivitas, gangguan ekspor, dan biaya vaksinasi darurat. Pada tahun 2025, kerugian diprediksi menembus angka 40 triliun. Kedua contoh ini membuktikan bahwa wabah penyakit hewan tidak hanya merugikan peternak, tetapi juga membebani APBN dan mengganggu stabilitas pasokan pangan.


Biosekuriti: Investasi yang Terlambat Dioptimalkan

    Biosekuriti—protokol pencegahan penyakit melalui sanitasi, kontrol pergerakan hewan, dan manajemen risiko—seharusnya menjadi garis pertahanan pertama. Sayangnya, di Indonesia, implementasinya masih timpang. Pada kasus PMK, misalnya, lemahnya pengawasan di pintu masuk negara diduga menjadi penyebab awal masuknya virus. Sementara pada ASF, praktik pembuangan bangkai babi yang tidak aman mempercepat penyebaran penyakit. Negara-negara seperti Vietnam dan Brasil telah membuktikan bahwa biosekuriti yang ketat mampu mengurangi dampak wabah. Vietnam, melalui program zonasi (pembagian wilayah bebas dan terinfeksi) dan disinfeksi massal, berhasil menekan penyebaran ASF. Brasil, sebagai eksportir daging terbesar dunia, menerapkan standar karantina tinggi untuk mempertahankan status bebas PMK. Indonesia perlu mencontoh langkah ini dengan memperkuat inspeksi di pelabuhan, bandara, dan daerah rentan, serta membatasi pergerakan hewan dari zona wabah.


Kolaborasi dan Pendidikan Peternak: Kunci Keberhasilan

    Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Edukasi kepada peternak tentang pentingnya biosekuriti dasar—seperti desinfeksi kandang, kontrol lalu lintas orang, dan pelaporan dini—harus masif dilakukan. Banyak peternak tradisional belum memahami bahwa kendaraan pengangkut pakan atau sepatu pengunjung bisa menjadi medium pembawa virus. Pelibatan penyuluh pertanian, organisasi peternak, dan pihak swasta dalam program pelatihan perlu diintensifkan. Di sisi lain, anggaran untuk kesehatan hewan harus ditingkatkan. Alokasi dana vaksinasi PMK (Rp4,5 triliun pada 2023) patut diapresiasi, namun langkah pencegahan seperti penguatan laboratorium diagnostik dan riset vaksin mandiri harus menjadi fokus jangka panjang.


Menjaga Martabat Peternak dan Kedaulatan Pangan

    Dampak ASF dan PMK tidak sekadar angka statistik. Ribuan peternak kecil terjerat utang akibat kematian hewan, sementara harga dangkal di pasar global karena stigma wabah. Jika Indonesia gagal memperbaiki sistem biosekuriti, ketergantungan pada impor daging akan semakin dalam, mengancam kedaulatan pangan. Pemerintah perlu mendeklarasikan "perang" terhadap wabah penyakit hewan dengan regulasi yang lebih tegas, transparansi data, dan sinergi lintas sektor. Momentum pemulihan PMK dan pengendalian ASF harus dijadikan pelajaran berharga: biosekuriti bukanlah biaya, melainkan investasi untuk menyelamatkan masa depan peternakan Indonesia.


Penutup

    Kerugian akibat ASF dan PMK adalah alarm keras: tanpa sistem biosekuriti yang modern dan kepatuhan kolektif, Indonesia akan terus rentan terhadap wabah berikutnya. Mari jadikan tragedi ini sebagai titik balik untuk membangun peternakan yang lebih tangguh, demi melindungi ekonomi rakyat dan piring makan masyarakat.


Sabtu, 15 Februari 2025